Konsultan Registrasi Alat Kesehatan Indonesia | Jasa Izin Alkes Kemenkes
Memiliki sertifikat izin produksi alat kesehatan dan PKRT sangat penting bagi produsen, sebab alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) adalah elemen penting yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Selain itu, dengan adanya sertifikat, produsen bisa memastikan bahwa produk yang dihasilkan memenuhi standar keamanan dan mutu yang diatur oleh Kementerian Kesehatan. Izin ini juga penting untuk melindungi perusahaan dari masalah hukum di kemudian hari.
Pada dasarnya, sertifikat izin produksi peralatan medis dan PKRT adalah acuan bahwa produk yang dihasilkan telah memenuhi standar keamanan dan mutu yang ditetapkan oleh pemerintah.
Artinya, tanpa sertifikasi ini, sebuah perusahaan tidak diperkenankan memproduksi atau mendistribusikan alat kesehatan maupun PKRT di pasar. Untuk memahami lebih lanjut, berikut rincian lengkap terkait definisi, klasifikasi, dasar hukum, hingga jenis layanannya:
Sertifikat izin produksi adalah salah satu dokumen resmi yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Sertifikat ini diberikan kepada perusahaan yang telah memenuhi standar Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) atau Cara Pembuatan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang Baik (CPPKRTB).
Adapun CPAKB dan CPPKRTB merupakan dua standar yang ditetapkan untuk memastikan bahwa proses produksi alat kesehatan dan PKRT memenuhi kriteria keamanan, mutu, dan manfaat bagi pengguna.
Sertifikat izin produksi alat kesehatan dan PKRT diklasifikasikan berdasarkan tingkat risiko produk yang dihasilkan.
Klasifikasi ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 1189/MENKES/PER/VIII/2010. Dalam Permenkes tersebut, sertifikasi ini dibagi menjadi tiga kelas, baik untuk alat kesehatan maupun PKRT.
Berikut klasifikasi sertifikat izin produksi alat kesehatan menurut Permenkes No. 1189/2010:
Diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan CPAKB secara keseluruhan, dan diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan dengan kategori risiko tertinggi yaitu Kelas I (A), Kelas IIa (B), Kelas IIb (C), hingga Kelas III (D).
Diberikan kepada pabrik yang layak memproduksi peralatan kesehatan Kelas I (A), IIa (B), serta IIb (C), sesuai dengan standar CPAKB.
Diberikan kepada pabrik yang diizinkan untuk memproduksi peralatan kesehatan Kelas I (A) dan IIa (B) tertentu sesuai standar CPAKB.
Berikut klasifikasi sertifikat izin produksi alat kesehatan menurut Permenkes No. 1189/2010:
Diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan CPPKRTB secara menyeluruh, sehingga memperoleh izin untuk memproduksi PKRT yang masuk dalam kategori Kelas I, II, dan III.
Pabrik dengan sertifikasi Kelas B diizinkan untuk memproduksi PKRT dengan risiko yang lebih rendah, yaitu Kelas I dan II, sesuai dengan ketentuan CPPKRTB.
Diberikan ke pabrik yang diizinkan memproduksi PKRT dengan risiko rendah hingga menengah, yaitu Kelas I dan II tertentu sesuai standar CPPKRTB.
Dasar hukum utama yang mengatur sertifikasi izin produksi alat kesehatan dan PKRT adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010.
Peraturan ini mencakup seluruh proses produksi alat kesehatan dan PKRT mulai dari permohonan izin hingga klasifikasi sertifikasi dan pengawasan produksi, serta lampiran dokumen-dokumen penting yang dibutuhkan untuk proses pengajuan izin.
Ada beberapa jenis layanan sertifikasi untuk alat kesehatan dan PKRT yang dapat diajukan oleh perusahaan, tergantung pada kebutuhan dan skala produksi. Jenis-jenis layanan ini meliputi:
Untuk memperoleh sertifikat izin produksi, perusahaan harus memenuhi sejumlah persyaratan yang diatur oleh Kementerian Kesehatan sesuai dengan Pasal 24 Permenkes No. 1189/2010, di antaranya yaitu:
Di Pasal 24 ayat 1 Permenkes ini, tercantum bahwa permohonan sertifikat produksi hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang sah di mata hukum.
Artinya, perusahaan yang ingin memproduksi alat kesehatan atau PKRT harus memiliki bentuk badan usaha resmi yang telah terdaftar dan disahkan oleh pemerintah, contohnya seperti perseroan terbatas (PT).
Syarat selanjutnya, sebagaimana tercantum pada ayat 2, badan usaha yang dimaksud pada ayat 1 di atas harus memenuhi persyaratan administratif maupun teknis yang berlaku.
Kedua jenis persyaratan ini, yakni syarat administratif dan teknis ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Contoh, persyaratan administratif bisa mencakup kelengkapan dokumen-dokumen legal, seperti surat permohonan, akte perusahaan, dan berbagai sertifikat lainnya. Sedangkan syarat teknis meliputi peralatan, lokasi produksi, dan lain-lain.
Selain itu, persyaratan lebih lengkap juga termuat dalam buku Pedoman Pelayanan Pblik Sertifikasi Produksi Alkes dan PKRT yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan, baik itu untuk permohonan baru dan perpanjangan.
Berikut ini 27 poin persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang mengajukan izin produksi alat kesehatan dan PKRT baru:
Adapun jika perusahaan ingin memperpanjang izin produksi alat kesehatan dan PKRT yang telah habis masa berlakunya, maka berikut 18 poin persyaratan yang harus dipenuhi:
Jika telah memenuhi seluruh persyaratan ini, maka pabrik atau perusahaan dapat mengajukan permohonan sertifikasi izin produksi peralatan kesehatan dan PKRT secara resmi, baik itu untuk memperoleh sertifikat yang baru maupun perpanjangan sertifikat lama.
Alur dan tata cara memperoleh sertifikat izin produksi peralatan kesehatan maupun PKRT juga telah diatur dalam Permenkes Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010, tepatnya di Pasal 27. Berikut langkah-langkahnya:
Langkah pertama yang harus dilakukan perusahaan adalah mengajukan permohonan izin produksi alat kesehatan dan PKRT secara tertulis kepada Menteri Kesehatan melalui kepala dinas kesehatan provinsi setempat.
Permohonan tersebut harus dibuat sesuai dengan contoh Formulir 1 yang dilampirkan dalam Permenkes ini, dan mencakup informasi lengkap tentang perusahaan dan jenis produk yang akan diproduksi.
Setelah menerima tembusan permohonan, kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya dalam 12 hari kerja harus berkoordinasi dengan dinas kesehatan kabupaten/kota untuk membentuk tim pemeriksaan bersama.
Tim ini bertugas untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap fasilitas produksi yang diajukan oleh perusahaan pemohon.
Tahap selanjutnya dalam proses pengajuan izin produksi alat kesehatan dan PKRT yaitu, tim pemeriksaan bersama dapat melibatkan tenaga ahli atau konsultan yang telah tersertifikasi di bidang produksi jika diperlukan.
Pelibatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa fasilitas produksi mematuhi standar teknis dan operasional yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan.
Tim pemeriksaan bersama kemudian akan melakukan pemeriksaan setempat dalam jangka waktu maksimal 12 hari kerja. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan bahwa fasilitas produksi sesuai dengan standar CPAKB atau CPPKRTB.
Setelah pemeriksaan selesai, tim akan membuat berita acara pemeriksaan (BAP) sesuai dengan contoh Formulir 2 yang sudah ditentukan oleh Permenkes No. 1189/2010.
Apabila perusahaan pemohon telah memenuhi semua persyaratan yang diperlukan untuk izin produksi alat kesehatan dan PKRT, kepala dinas kesehatan provinsi harus membuat surat rekomendasi kepada Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan.
Surat ini dibuat selambat-lambatnya dalam 6 hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksaan bersama, dan akan menjadi dasar untuk memproses penerbitan sertifikat produksi.
Jika tim pemeriksaan tidak dapat melaksanakan pemeriksaan tepat waktu seperti yang ditentukan, maka perusahaan pemohon dapat membuat surat pernyataan kesiapan untuk melaksanakan kegiatan produksi.
Surat ini ditujukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, dan harus mengacu pada contoh Formulir 4 di lampiran Permenkes No. 1189/2010.
Setelah menerima surat rekomendasi dan dokumen pendukung lainnya,Dirjen Kementerian Kesehatan akan menerbitkan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT dalam waktu 30 hari kerja, asalkan berkas permohonan lengkap.
Sertifikat izin produksi alat kesehatan dan PKRT ini dikeluarkan dengan mengacu pada contoh Formulir 5 dan Formulir 6 yang ditetapkan dalam lampiran peraturan.
Selanjutnya, dalam waktu 30 hari kerja setelah berkas lengkap, Direktur Jenderal dapat mengambil keputusan untuk menunda atau menolak permohonan sertifikat produksi jika ditemukan kekurangan dalam pemenuhan persyaratan.
Keputusan ini akan disampaikan kepada pemohon dengan menggunakan contoh Formulir 7 dan Formulir 8 pada lampiran Permenkes tersebut.
Ketentuan terakhir, apabila terjadi penundaan, maka perusahaan pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi dalam jangka waktu maksimal 6 bulan sejak diterbitkannya surat penundaan.
Artinya, perusahaan masih memiliki waktu untuk memperbaiki kekurangan sebelum sertifikat izinnya dapat diterbitkan.
Dalam proses pengajuan izin produksi peralatan kesehatan dan PKRT, terdapat estimasi waktu dan biaya yang harus dipenuhi oleh perusahaan.
Proses ini dihitung sejak perusahaan mendapatkan tanda terima tetap, setelah menyelesaikan tahap praregistrasi dan melakukan pembayaran PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) sesuai ketentuan, yaitu:
Meskipun waktunya sama, namun biaya untuk masing-masing layanan pengajuan berbeda-beda, yaitu sebagai berikut:
Persyaratan dan proses pengajuan izin produksi alat kesehatan dan PKRT memang kompleks, namun penting untuk diikuti.
Untuk mempermudah proses ini, Anda bisa mempertimbangkan menggunakan layanan konsultasi dari Naramedic, konsultan perizinan yang sudah berpengalaman dalam pengurusan berbagai izin alat kesehatan dan PKRT. Hubungi WhatsApp kami untuk info selengkapnya.
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Konsultasi Sekarang Juga