Konsultan Registrasi Alat Kesehatan Indonesia | Jasa Izin Alkes Kemenkes

Penggolongan Alat Kesehatan Menurut Permenkes: Apa yang Perlu Anda Ketahui

Penggolongan Alat Kesehatan Menurut Permenkes: Apa yang Perlu Anda Ketahui

Penggolongan Alat Kesehatan Menurut Permenkes: Apa yang Perlu Anda Ketahui

Apa Itu Alat Kesehatan?

Alat Kesehatan adalah perangkat yang digunakan untuk tujuan medis, baik untuk mendiagnosis, mencegah, merawat, maupun memantau kondisi pasien. Penggolongan alat kesehatan sangat penting agar penggunaannya dapat dilakukan dengan aman dan efektif. Di Indonesia, penggolongan alat kesehatan diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes) untuk memastikan kualitas dan keselamatan produk yang beredar di masyarakat.

Sumber gambar : Freepik

Penggolongan Alat Kesehatan Menurut Permenkes

Permenkes mengklasifikasikan alat kesehatan berdasarkan tingkat risiko yang dapat ditimbulkan oleh alat tersebut terhadap kesehatan pengguna. Penggolongan ini bertujuan untuk mengatur regulasi dan pengawasan produk alat kesehatan sehingga penggunaan alat-alat tersebut dapat dilakukan dengan tepat dan aman. Alat kesehatan dikelompokkan ke dalam tiga kelas, yaitu Kelas I, Kelas II, dan Kelas III, yang berbeda dalam tingkat risikonya.

1. Kelas I: Risiko Rendah

Alat kesehatan Kelas I adalah perangkat yang memiliki risiko rendah terhadap kesehatan pengguna. Alat ini biasanya tidak masuk ke dalam tubuh manusia atau hanya digunakan di luar tubuh. Penggunaan alat kesehatan Kelas I relatif aman, dan proses pendaftaran serta pengawasannya lebih sederhana. Meskipun begitu, alat ini tetap harus memenuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh BPOM dan Kementerian Kesehatan.

Contoh alat kesehatan Kelas I antara lain:

  • Termometer

  • Tensimeter (alat pengukur tekanan darah)

  • Gunting medis

  • Alat bantu jalan (walker)

2. Kelas II: Risiko Sedang

Alat kesehatan Kelas II memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan Kelas I. Penggunaan alat kesehatan Kelas II memerlukan perhatian ekstra karena potensi risikonya terhadap kesehatan manusia lebih besar. Oleh karena itu, alat ini membutuhkan pendaftaran lebih mendalam dan sering kali memerlukan uji klinis atau laboratorium untuk memastikan keamanan dan efektivitas produk. Pengawasan terhadap produk Kelas II juga lebih ketat.

Contoh alat kesehatan Kelas II antara lain:

  • Alat pacu jantung

  • Infus set

  • Alat bantu pernapasan

  • Protesa (alat pengganti anggota tubuh)

3. Kelas III: Risiko Tinggi

Alat kesehatan Kelas III adalah alat yang memiliki risiko tinggi terhadap kesehatan manusia jika digunakan tidak sesuai prosedur. Produk ini digunakan dalam prosedur medis yang lebih invasif dan langsung berinteraksi dengan tubuh manusia. Oleh karena itu, alat kesehatan Kelas III harus melalui uji klinis yang lebih mendalam dan proses pendaftaran yang lebih rumit. Regulasi dan pengawasan terhadap alat kesehatan Kelas III sangat ketat untuk memastikan produk yang beredar benar-benar aman dan efektif.

Contoh alat kesehatan Kelas III antara lain:

  • Alat bedah

  • Implan (alat medis yang ditanamkan di dalam tubuh)

  • Alat pacu jantung implan

  • Peralatan diagnostik canggih (seperti MRI, CT Scan)

Proses Pendaftaran dan Pengawasan Alat Kesehatan

Setiap jenis alat kesehatan harus melalui proses pendaftaran yang sesuai dengan kelasnya. Berikut adalah tahapan umum dalam proses pendaftaran alat kesehatan:

  • Pendaftaran Produk
    Pengusaha atau produsen alat kesehatan harus mengajukan permohonan pendaftaran alat kesehatan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atau Kementerian Kesehatan. Pendaftaran ini mencakup pengajuan dokumen yang memuat informasi teknis, bahan baku, serta data keamanan dan efektivitas produk.

  • Uji Keamanan dan Efektivitas
    Alat kesehatan Kelas II dan Kelas III wajib melalui uji keamanan dan efektivitas di laboratorium terakreditasi untuk memastikan bahwa alat tersebut tidak menimbulkan risiko yang membahayakan kesehatan.

  • Penerbitan Izin Edar
    Setelah produk melewati uji keamanan dan efektivitas, serta memenuhi semua regulasi, izin edar diberikan oleh BPOM atau Kementerian Kesehatan. Izin edar ini berlaku untuk jangka waktu tertentu dan harus diperbarui secara berkala.

  • Audit dan Inspeksi
    Setelah produk diedarkan, pihak berwenang dapat melakukan audit dan inspeksi terhadap produsen untuk memastikan bahwa produk yang dijual di pasar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Mengapa Penggolongan Alat Kesehatan Penting?

Penggolongan alat kesehatan menurut Permenkes sangat penting karena:

  • Menjamin keselamatan pengguna: Alat kesehatan yang dikelompokkan sesuai dengan risikonya memungkinkan pengawasan yang lebih ketat terhadap produk-produk berisiko tinggi.

  • Menjaga kualitas produk: Penggolongan ini membantu memastikan bahwa produk yang digunakan oleh masyarakat aman, efektif, dan memenuhi standar kualitas.

  • Melindungi konsumen: Dengan penggolongan yang jelas, konsumen dapat memahami risiko penggunaan alat kesehatan tertentu dan memastikan bahwa mereka menggunakan produk yang tepat sesuai dengan kebutuhannya.

Penggolongan alat kesehatan menurut Permenkes bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dengan memastikan bahwa alat kesehatan yang beredar di pasar aman, efektif, dan terjamin kualitasnya. Melalui penggolongan ini, alat kesehatan dikelompokkan sesuai dengan tingkat risikonya, yaitu Kelas I (risiko rendah), Kelas II (risiko sedang), dan Kelas III (risiko tinggi). Pemahaman yang baik tentang penggolongan ini sangat penting bagi produsen, tenaga medis, serta konsumen untuk memilih dan menggunakan alat kesehatan dengan tepat. Hubungi Naramedic untuk konsultasi lebih lanjut. 

Referensi penulisan

  • Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1190/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Penggolongan Alat Kesehatan. https://www.hukumonline.com/ Diakses pada 10 Mei 2025. 
  • Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM). Pedoman Penggolongan Alat Kesehatan. https://www.pom.go.id/
    Diakses pada 10 Mei 2025.
Contoh Produk PKRT Kelas 2: Apa Saja dan Cara Registrasinya

Contoh Produk PKRT Kelas 2: Apa Saja dan Cara Registrasinya

Contoh Produk PKRT Kelas 2: Apa Saja dan Cara Registrasinya

Apa Itu PKRT Kelas 2?

Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) adalah produk yang digunakan di rumah tangga untuk mendukung kebersihan dan kesehatan lingkungan. Berdasarkan tingkat risiko terhadap kesehatan manusia, PKRT dibagi menjadi tiga kelas:

  • Kelas 1: Risiko rendah

  • Kelas 2: Risiko sedang

  • Kelas 3: Risiko tinggi

PKRT Kelas 2 merupakan produk dengan risiko sedang terhadap kesehatan jika tidak digunakan dengan benar. Oleh karena itu, produk dalam kategori ini memerlukan pengawasan dan regulasi yang lebih ketat dibandingkan produk dengan risiko rendah, namun tidak seketat produk Kelas 3.

Sumber gambar : Freepik

Contoh Produk PKRT Kelas 2

Beberapa contoh produk yang termasuk dalam PKRT Kelas 2 antara lain:

  • Pembersih lantai dan permukaan: Produk pembersih yang digunakan untuk membersihkan lantai, dinding, dan permukaan lainnya di rumah atau tempat umum.

  • Disinfektan rumah tangga: Disinfektan yang digunakan untuk membersihkan permukaan yang mungkin terpapar kuman atau mikroorganisme, seperti meja makan, dapur, atau kamar mandi.

  • Produk pembersih tangan: Sabun cair dan gel pembersih tangan yang digunakan untuk menjaga kebersihan tangan dan mencegah penyebaran kuman.

  • Sampo dan sabun mandi: Produk perawatan pribadi yang digunakan sehari-hari, yang perlu mematuhi standar keamanan untuk penggunaan yang tepat.

  • Pewangi ruangan: Produk yang digunakan untuk memberikan aroma segar pada ruangan, namun tetap harus memenuhi standar keselamatan dalam penggunaannya.

Produk-produk ini dapat memiliki bahan kimia atau zat tertentu yang berpotensi menimbulkan dampak pada kesehatan jika digunakan secara berlebihan atau tidak sesuai dengan petunjuk.

Kategori PKRT Kelas 2

PKRT Kelas 2 dikategorikan berdasarkan fungsi dan komposisi bahan aktifnya. Kategori ini mencakup:

  • Produk dengan bahan kimia yang berisiko rendah hingga sedang: Produk ini dapat menimbulkan iritasi ringan jika terpapar kulit atau tertelan, namun umumnya aman jika digunakan sesuai petunjuk.

  • Produk dengan potensi mikroorganisme patogen yang terkontaminasi dalam penggunaannya: Beberapa produk pembersih dan disinfektan memiliki risiko mikrobiologis jika tidak digunakan atau disimpan dengan benar.

  • Produk dengan potensi residu: Beberapa produk meninggalkan residu kimia yang dapat menempel pada permukaan atau udara, sehingga penting untuk mengikuti panduan penggunaan dengan benar.

Panduan Perizinan PKRT Kelas 2

Untuk memasarkan PKRT Kelas 2, produsen atau importir harus mengikuti prosedur perizinan yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Proses perizinan ini bertujuan untuk memastikan bahwa produk aman digunakan dan memenuhi standar yang berlaku.

Berikut adalah langkah-langkah untuk mendapatkan izin produk PKRT Kelas 2:

  • Pendaftaran Produk
    Produsen atau importir harus mengajukan permohonan pendaftaran produk PKRT Kelas 2 ke BPOM. Dalam pendaftaran, mereka harus menyertakan dokumen yang mencakup informasi terkait bahan baku, uji laboratorium, dan petunjuk penggunaan produk.

  • Uji Laboratorium
    Sebelum produk dapat dipasarkan, perlu dilakukan pengujian di laboratorium terakreditasi untuk memastikan bahwa produk tersebut memenuhi standar keamanan yang telah ditetapkan.

  • Labeling dan Informasi Produk
    Setiap produk PKRT Kelas 2 harus memiliki label yang jelas dan informatif mengenai cara penggunaan, dosis, peringatan, serta tindakan pencegahan yang harus diambil.

  • Audit dan Inspeksi
    Produsen atau importir juga harus siap untuk menjalani audit dan inspeksi dari pihak BPOM untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.

Prosedur perizinan ini memastikan bahwa produk PKRT Kelas 2 yang beredar di pasar telah melalui tahap pengujian yang ketat dan memenuhi standar kesehatan yang berlaku.

PKRT Kelas 2 mencakup produk-produk dengan risiko sedang yang digunakan di rumah tangga untuk menjaga kebersihan dan kesehatan. Produk-produk ini, seperti pembersih lantai, disinfektan rumah tangga, dan produk perawatan pribadi, harus dipilih dengan hati-hati agar dapat digunakan dengan aman. Memahami kategori produk dan mengikuti prosedur pendaftaran serta perizinan yang ditetapkan oleh BPOM sangat penting bagi produsen, importir, dan konsumen untuk memastikan produk yang digunakan aman dan efektif.

Dengan mengikuti pedoman perizinan dan memilih produk yang sudah terdaftar, konsumen dapat merasa lebih tenang dalam menggunakan produk-produk PKRT Kelas 2 di rumah maupun di tempat umum. Kepatuhan terhadap regulasi ini juga penting untuk mendukung perlindungan kesehatan masyarakat secara keseluruhan.

Jika kamu membutuhkan informasi lebih lanjut atau ingin berkonsultasi mengenai produk PKRT, kamu bisa langsung menghubungi Naramedic. Mereka siap membantu memberikan informasi terkait perizinan dan registrasi produk PKRT sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Referensi penulisan :

Contoh PKRT Kelas 3: Panduan Izin dan Kategorinya

Contoh PKRT Kelas 3: Panduan Izin dan Kategorinya

Contoh PKRT Kelas 3: Panduan Izin dan Kategorinya

Apa Itu PKRT Kelas 3?

Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) adalah produk yang digunakan dalam rumah tangga untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan. Berdasarkan tingkat risikonya terhadap kesehatan manusia, PKRT diklasifikasikan menjadi tiga kelas:

  • Kelas 1: Risiko rendah.

  • Kelas 2: Risiko sedang.

  • Kelas 3: Risiko tinggi.

PKRT Kelas 3 merupakan produk dengan risiko tinggi terhadap kesehatan manusia jika digunakan secara tidak tepat. Oleh karena itu, produk dalam kategori ini memerlukan pengawasan yang ketat dan harus memenuhi standar keamanan yang ditetapkan oleh otoritas kesehatan.

Sumber gambar : Freepik

Contoh Produk PKRT Kelas 3

Beberapa contoh produk yang termasuk dalam PKRT Kelas 3 antara lain:

  • Disinfektan tingkat tinggi yang digunakan untuk mensterilkan peralatan medis atau permukaan yang memerlukan tingkat kebersihan tinggi.

  • Insektisida kuat yang mengandung bahan kimia aktif dengan konsentrasi tinggi.

  • Produk pembersih industri dengan potensi risiko tinggi jika terpapar langsung.

Produk-produk ini mengandung bahan aktif yang kuat dan dapat menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan, seperti iritasi, keracunan, atau gangguan pernapasan.

Kategori PKRT Kelas 3

PKRT Kelas 3 dikategorikan berdasarkan fungsi dan komposisi bahan aktifnya. Kategori ini mencakup:

  • Produk dengan bahan kimia berbahaya yang dapat menyebabkan iritasi, keracunan, atau efek kesehatan serius lainnya.

  • Produk dengan potensi biohazard yang dapat menularkan mikroorganisme patogen jika tidak digunakan dengan benar.

  • Produk dengan efek residu tinggi yang meninggalkan residu berbahaya pada permukaan atau lingkungan setelah digunakan.

Klasifikasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa produk digunakan sesuai dengan tingkat risikonya dan untuk melindungi kesehatan masyarakat.

Panduan Perizinan PKRT Kelas 3

Untuk memasarkan PKRT Kelas 3, produsen atau importir harus mengikuti prosedur perizinan yang ketat, antara lain:

1. Pendaftaran Produk

Mengajukan permohonan pendaftaran produk ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan menyertakan dokumen lengkap, termasuk data keamanan dan efektivitas produk.

2. Uji Laboratorium

Melakukan pengujian di laboratorium terakreditasi untuk memastikan produk memenuhi standar keamanan dan efektivitas.

3. Labeling dan Informasi Produk

Menyediakan label yang jelas dan informatif mengenai cara penggunaan, peringatan, dan tindakan pencegahan.

4. Audit dan Inspeksi

Bersedia untuk diaudit dan diperiksa oleh otoritas terkait guna memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.

Proses perizinan ini bertujuan untuk memastikan bahwa produk PKRT Kelas 3 aman digunakan dan tidak membahayakan kesehatan masyarakat.

PKRT Kelas 3 merupakan kategori produk dengan risiko tinggi yang memerlukan perhatian khusus dalam penggunaannya. Produk-produk ini mencakup berbagai alat atau bahan kimia yang dapat memengaruhi kesehatan jika tidak digunakan dengan benar, seperti desinfektan berkadar tinggi, pestisida rumah tangga tertentu, atau produk lain yang memiliki efek toksik jika terjadi paparan berlebihan.

Memahami contoh produk, kategori, serta panduan perizinan PKRT Kelas 3 sangat penting bagi produsen, importir, maupun konsumen. Hal ini bertujuan agar semua pihak dapat memastikan bahwa produk yang digunakan telah memenuhi standar keamanan dan efektivitas yang telah ditetapkan oleh BPOM. Selain itu, edukasi mengenai cara penggunaan dan penyimpanan produk juga tidak kalah penting agar risiko terhadap kesehatan dapat diminimalisir.

Dengan mengikuti prosedur perizinan yang sesuai dan memilih produk yang sudah terdaftar secara resmi di BPOM, konsumen dapat merasa lebih tenang dalam menggunakan produk-produk PKRT Kelas 3, baik di lingkungan rumah tangga, fasilitas kesehatan, maupun tempat umum lainnya. Langkah ini juga merupakan bentuk kepatuhan terhadap regulasi dan kontribusi terhadap perlindungan kesehatan masyarakat secara luas.

 Ingin mengurus izin PKRT Kelas 3 dengan aman dan cepat? Konsultasikan kebutuhan perizinan produk Anda bersama Naramedic, partner terpercaya untuk layanan registrasi BPOM.

Referensi penulisan : 

Jasa Pengurusan IDAK Resmi dan Cepat: Solusi Mudah Urus Izin Distribusi Alat Kesehatan

Jasa Pengurusan IDAK Resmi dan Cepat: Solusi Mudah Urus Izin Distribusi Alat Kesehatan

Jasa Pengurusan IDAK Resmi dan Cepat: Solusi Mudah Urus Izin Distribusi Alat Kesehatan

Mengurus Izin Distribusi Alat Kesehatan (IDAK) seringkali menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku usaha di bidang alat kesehatan, terutama bagi pemula. Prosesnya memerlukan pemahaman mendalam terhadap regulasi Kementerian Kesehatan, dokumen legal, hingga audit fasilitas. Oleh karena itu, menggunakan jasa pengurusan IDAK resmi dan cepat menjadi solusi praktis dan efisien bagi perusahaan yang ingin segera beroperasi secara legal.

Sumber gambar : Freepik

Mengapa IDAK Penting untuk Penyalur Alat Kesehatan?

Izin Distribusi Alat Kesehatan (IDAK) adalah syarat mutlak bagi perusahaan yang ingin menyalurkan alat kesehatan di Indonesia. Tanpa izin ini, kegiatan distribusi dianggap ilegal dan dapat dikenakan sanksi. IDAK dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui platform Regalkes (regalkes.kemkes.go.id).

IDAK juga menjadi bukti bahwa perusahaan telah memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah, baik dari sisi legalitas, fasilitas penyimpanan, hingga sistem pengendalian mutu.

Tantangan dalam Mengurus IDAK Secara Mandiri

Mengurus IDAK tidak sesederhana mengisi formulir online. Prosesnya memerlukan:

  • Legalitas perusahaan lengkap (NIB, NPWP, Akta, dan lainnya)
  • Denah bangunan dan dokumentasi fasilitas
  • SOP distribusi dan pengendalian mutu
  • Tenaga teknis kefarmasian atau berlatar belakang kesehatan
  • Audit fisik oleh Dinas Kesehatan atau Kemenkes

Bagi perusahaan yang belum familiar dengan prosedur ini, risiko penolakan cukup tinggi. Di sinilah jasa pengurusan IDAK berperan penting.

Keuntungan Menggunakan Jasa Pengurusan IDAK Resmi dan Cepat

Menggunakan jasa pengurusan IDAK profesional memberikan sejumlah manfaat nyata:

  • Proses Lebih Cepat dan Tepat. Konsultan berpengalaman memahami alur perizinan dan dokumen yang dibutuhkan, sehingga proses menjadi lebih cepat dan minim kesalahan.
  • Konsultasi Regulasi Terbaru. Peraturan terkait alat kesehatan terus diperbarui. Jasa resmi akan memberikan informasi terkini agar perusahaan tetap patuh terhadap regulasi yang berlaku.
  • Pendampingan Audit. Beberapa penyedia jasa juga menyediakan pendampingan saat proses verifikasi atau audit oleh instansi terkait, termasuk membantu penyesuaian fasilitas.
  • Legalitas Terjamin. Jasa pengurusan yang resmi akan membantu proses melalui jalur legal sesuai dengan standar Kementerian Kesehatan, bukan cara pintas yang berisiko di masa depan.

Rekomendasi Jasa Pengurusan IDAK Resmi di Indonesia

Berikut beberapa penyedia jasa pengurusan IDAK resmi dan cepat yang sudah dikenal reputasinya:

  • Naramedic adalah konsultan perizinan dan regulasi alat kesehatan yang berfokus pada jasa pengurusan izin alat kesehatan. Berdiri sejak tahun 2020 dan berbasis di Jakarta Selatan, Naramedic telah membantu lebih dari 100 perusahaan dalam mengurus berbagai perizinan, termasuk IDAK/IPAK, AKD/AKL, PKRT, serta sertifikasi mutu seperti CDAKB, CPAKB, dan CPPKRTB. Dengan tim yang berpengalaman dan profesional, Naramedic menyediakan layanan konsultasi dan pengurusan perizinan yang efisien dan terpercaya.
  • Legalitas menawarkan jasa pengurusan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) sejak 2002. Dikenal profesional dan transparan, dengan layanan menyeluruh dari awal hingga terbitnya izin.
  • IzinEdar Spesialis layanan legalitas alat kesehatan, termasuk pengurusan IDAK, Izin Edar Alkes, dan sertifikasi lainnya. Cocok untuk perusahaan baru yang ingin langsung aktif distribusi.
  • Satulegal menyediakan jasa pengurusan IDAK serta layanan pendukung lainnya seperti pengurusan Sertifikat Produksi dan Izin Edar. Cocok untuk perusahaan menengah ke atas.

Tips Memilih Jasa Pengurusan IDAK

Agar tidak salah pilih, berikut beberapa tips sebelum menggunakan jasa pengurusan:

  • Pastikan mereka mencantumkan alamat jelas dan kontak resmi.
  • Tanyakan portofolio atau pengalaman mereka dalam menangani IDAK.
  • Hindari jasa yang menawarkan proses instan tanpa audit atau tidak sesuai prosedur.
  • Cek testimoni dari klien sebelumnya atau ulasan di Google.

Mengurus Izin Distribusi Alat Kesehatan adalah langkah penting untuk legalitas dan kredibilitas bisnis di sektor alat kesehatan. Prosesnya memang kompleks, namun dengan bantuan jasa pengurusan IDAK resmi dan cepat, semuanya bisa berjalan lebih lancar dan aman. Pilih mitra yang tepat, dan pastikan semua dilakukan sesuai peraturan agar bisnis alat kesehatan Anda tumbuh dengan terpercaya.

Referensi penulisan :

Apa Itu PJT IDAK? Panduan Lengkap untuk Pemula

Apa Itu PJT IDAK? Panduan Lengkap untuk Pemula

Apa Itu PJT IDAK? Panduan Lengkap untuk Pemula

Industri alat kesehatan di Indonesia merupakan sektor yang sangat diatur guna memastikan bahwa hanya produk yang aman, efektif, dan bermutu tinggi yang beredar di fasilitas pelayanan kesehatan. Dalam ekosistem ini, salah satu syarat utama bagi perusahaan yang ingin mendistribusikan alat kesehatan secara legal adalah memiliki PJT IDAK, atau Penyalur Alat Kesehatan dengan Izin Distribusi Alat Kesehatan.

Sumber gambar : Freepik

Izin ini diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sebagai bentuk pengakuan bahwa perusahaan yang bersangkutan telah memenuhi seluruh standar dan persyaratan yang berlaku, baik dari sisi legalitas, operasional, hingga kelayakan fasilitas distribusi. Memiliki PJT IDAK bukan hanya kewajiban hukum, melainkan juga menjadi simbol kepercayaan dan kredibilitas di mata mitra bisnis, produsen, dan konsumen. Melalui sistem perizinan ini, pemerintah dapat mengontrol dan memantau peredaran alat kesehatan di seluruh rantai distribusi, sekaligus menegakkan standar mutu dan akuntabilitas.

Mengapa PJT IDAK Penting?

PJT IDAK berfungsi sebagai bukti bahwa sebuah perusahaan penyalur memiliki kapasitas dan sistem yang sesuai untuk mendistribusikan alat kesehatan secara aman dan bertanggung jawab. Tanpa izin ini, perusahaan tidak diizinkan secara legal untuk beroperasi dalam bidang distribusi alat kesehatan, dan dapat dikenakan sanksi administratif maupun pidana.

Selain itu, PJT IDAK penting untuk menjaga keselamatan pasien dan integritas sistem kesehatan secara keseluruhan. Dengan memastikan bahwa alat kesehatan hanya didistribusikan oleh pihak yang memiliki izin resmi, pemerintah dapat meminimalkan risiko peredaran alat medis ilegal, palsu, atau tidak memenuhi standar.

Siapa yang Wajib Memiliki PJT IDAK?

Setiap perusahaan atau badan usaha yang ingin bergerak di bidang distribusi alat kesehatan di Indonesia wajib memiliki PJT IDAK. Hal ini mencakup distributor utama, sub-distributor, maupun perusahaan yang menjadi perantara antara produsen dan fasilitas layanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik, atau apotek.

Perusahaan yang hanya bertindak sebagai importir alat kesehatan dari luar negeri juga diwajibkan memiliki izin ini sebelum barang bisa diedarkan di pasar Indonesia.

Persyaratan untuk Mendapatkan PJT IDAK

Untuk memperoleh PJT IDAK, sebuah perusahaan harus memenuhi berbagai persyaratan administratif, teknis, dan operasional. Beberapa di antaranya meliputi:

Legalitas Perusahaan: Perusahaan harus berbentuk badan hukum yang sah, seperti PT atau CV, serta memiliki NIB (Nomor Induk Berusaha) dan izin usaha sesuai dengan bidang alat kesehatan.

Lokasi dan Fasilitas: Perusahaan wajib memiliki tempat penyimpanan (gudang) yang memenuhi standar penyimpanan alat kesehatan, termasuk sistem pengendalian suhu, kebersihan, dan keamanan.

Penanggung Jawab Teknis (PJT): Setiap perusahaan harus menunjuk seorang Penanggung Jawab Teknis yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang kesehatan, seperti farmasi atau teknik elektro medik, dan telah memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) yang masih berlaku.

Sistem Dokumentasi dan Mutu: Perusahaan harus memiliki sistem dokumentasi distribusi yang terdokumentasi dengan baik, serta menjalankan sistem manajemen mutu, minimal yang merujuk pada ketentuan dari Kemenkes.

Langkah-Langkah Mengurus PJT IDAK

Proses pengajuan PJT IDAK dilakukan melalui platform OSS (Online Single Submission) yang terintegrasi dengan sistem Kemenkes. Setelah melengkapi dokumen dan persyaratan, permohonan akan ditinjau oleh tim verifikator. Jika seluruh dokumen dan fasilitas dinyatakan sesuai, maka izin akan diterbitkan secara resmi. Proses ini biasanya memakan waktu beberapa minggu, tergantung kelengkapan dokumen dan kesiapan fasilitas.

Manfaat Memiliki PJT IDAK

Dengan memiliki PJT IDAK, perusahaan tidak hanya dapat menjalankan kegiatan distribusi secara sah, tetapi juga membangun kepercayaan dengan mitra dan pelanggan. Izin ini juga menjadi prasyarat untuk dapat bermitra dengan rumah sakit, klinik, dan lembaga pemerintah dalam pengadaan alat kesehatan. Selain itu, PJT IDAK mempermudah akses dalam mengikuti tender dan proyek besar di sektor kesehatan nasional.

Memahami apa itu PJT IDAK dan bagaimana cara memperolehnya adalah langkah awal yang penting bagi siapa pun yang ingin terjun dalam industri distribusi alat kesehatan di Indonesia. Izin ini tidak hanya menunjukkan kepatuhan terhadap regulasi pemerintah, tetapi juga menjadi fondasi reputasi dan keberhasilan jangka panjang dalam bisnis alat kesehatan. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan mematuhi standar yang ditetapkan, perusahaan dapat memastikan bahwa mereka tidak hanya legal beroperasi, tetapi juga berkontribusi pada sistem kesehatan nasional yang lebih baik dan lebih aman.

Referensi penulisan : 

  • Regalkes Kemkes.Panduan Pendaftaran dan Regulasi Alat Kesehatan,” https://regalkes.kemkes.go.id/, diakses pada 3 Mei 2025.

  • Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan,” https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/174404/permendagri-no-14-tahun-2021, diakses pada 3 Mei 2025.
  • Kementerian Kesehatan RI – Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan.Sistem Perizinan Online Alat Kesehatan,” https://sipo.kemkes.go.id/, diakses pada 3 Mei 2025.

  • BPOM RI.Pengawasan Distribusi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga,” https://www.pom.go.id/, diakses pada 1 Mei 2025.

  • OSS – Online Single Submission.Perizinan Berbasis Risiko untuk Distribusi Alat Kesehatan,” https://oss.go.id/, diakses pada 1 Mei 2025.

How to make a good medical device

How to make a good medical device

How to make a good medical device

In the modern healthcare landscape, medical devices play a crucial role in diagnosing, monitoring, and treating patients. From basic surgical tools to complex diagnostic systems, these devices must meet strict standards of quality, safety, and performance. With rapid advancements in healthcare technology and increasing demand for patient-centric solutions, the need to develop well-designed, functional, and compliant medical devices has never been more important.

Image source: Freepik

Creating a good medical device is more than just engineering excellence it involves understanding clinical needs, following regulatory frameworks, prioritizing user safety, and applying best practices in design, production, and quality control. Whether you’re a startup innovator or an established manufacturer expanding your product line, this article explores what it takes to create a medical device that not only performs well but also meets regulatory and market expectations.

How to Make a Good Medical Device

The process of developing a medical device starts with a comprehensive understanding of the clinical problem the device is intended to solve. This involves extensive market research, consultations with healthcare professionals, and the identification of specific use cases. Without a clear understanding of the real-world problem, even the most technologically advanced device may fail to deliver practical value.

Furthermore, regulatory requirements are foundational. Depending on the region, devices must meet certification standards such as the FDA in the U.S., CE marking in the EU, or AKL registration in Indonesia. Understanding these frameworks early in the development process is essential to reduce delays and avoid costly redesigns. Compliance is not an afterthought—it’s embedded in every step of development.

Key Elements That Make a Medical Device Good

To create a good medical device, manufacturers must focus on a combination of safety, functionality, usability, compliance, and reliability. The following are critical components that contribute to an effective and well-accepted medical device, explained in depth.

One of the most important aspects is user-centered design. The device must be developed with input from healthcare providers and patients who will ultimately use it. This ensures the design is intuitive, ergonomic, and minimizes the chance of user error. Devices that are complicated or confusing can lead to misuse, compromising patient safety and reducing adoption rates.

Another essential factor is biocompatibility and material safety. The materials used in medical devices—especially those that come in contact with human tissue or bodily fluids—must not cause adverse reactions. Testing for toxicity, irritation, and allergic response is mandatory, and the selection of high-quality, durable materials is critical for long-term use.

Reliability and performance consistency are also key to a good medical device. A device that functions well during initial trials but fails under extended use is not acceptable. Manufacturers must conduct rigorous testing under various conditions to ensure the device maintains performance over its intended lifecycle. This includes environmental testing, drop tests, and power fluctuation simulations for electronic devices.

The next element is regulatory compliance and documentation. Every step of development must be documented—design changes, testing outcomes, risk assessments, and manufacturing protocols. This not only supports certification but also allows for traceability, which is crucial in case of recalls or adverse event reports.

Another vital point is efficient manufacturing process design. A great device isn’t only well-engineered; it must also be feasible to produce at scale without compromising quality. Design for manufacturability (DFM) principles help reduce production costs and improve consistency. Manufacturers must ensure their processes are validated, repeatable, and in line with ISO 13485 standards.

Risk management is another pillar of a good medical device. Manufacturers must identify, assess, and mitigate potential hazards associated with the device during use. The ISO 14971 standard guides this process, requiring ongoing evaluation of risks throughout the product’s lifecycle, not just before launch.

Integration of digital features is increasingly common, particularly in wearable or diagnostic devices. Good medical devices may include cloud connectivity, mobile app integration, or data storage for monitoring patient metrics. However, these features must be added carefully, ensuring that cybersecurity and data privacy regulations are upheld, particularly under frameworks like HIPAA and GDPR.

Another key to success is ease of sterilization and cleaning, especially for reusable devices. If a device cannot be cleaned easily, it may become a liability in a clinical environment. Manufacturers must ensure compatibility with common sterilization methods and test the device’s resistance to repeated cleaning cycles.

Packaging and labeling clarity can also not be overlooked. Good medical devices come with clear instructions, proper labeling, and packaging that maintains sterility and integrity. Poor packaging can cause damage during shipping, while unclear labeling may lead to regulatory non-compliance or misuse.

Lastly, a good medical device has a defined post-market surveillance plan. This ensures that once the device is in use, its performance is monitored through customer feedback, adverse event reporting, and trend analysis. Data from post-market monitoring helps identify design improvements, prevent incidents, and maintain regulatory compliance.

By carefully considering each of these aspects, manufacturers not only increase their chances of regulatory approval but also create products that clinicians and patients can trust and rely on in critical situations.

Step-by-Step Methods to Develop a High-Quality Medical Device

Developing a good medical device is a structured process that involves multiple stages, each with its own set of deliverables and quality checks. Below are the most important stages and methods, elaborated in paragraph form for clarity and depth.

The first method involves conducting a thorough needs assessment and market research. Before any design work begins, manufacturers must collect data about the clinical need, target users, current solutions, and unmet challenges. Interviews with healthcare professionals, patient surveys, and competitor analysis all play a role. This ensures the final device solves a real-world problem and is positioned competitively in the market.

Next is the design input and specification phase. Based on the research, developers define product requirements. These may include functional parameters, size, weight, power consumption, usability goals, and safety targets. These specifications guide engineers and help align the team’s efforts with end-user expectations and regulatory standards.

Image source: Freepik

Following that, the process moves into conceptual design and prototyping. Engineers create initial models using 3D CAD software and build physical or digital prototypes for testing. These prototypes are evaluated for feasibility, cost-effectiveness, and compliance. Early testing identifies potential flaws and helps developers improve the device before full-scale production.

Another method is performing design verification and validation (V&V). Verification ensures the product was built according to its specifications, while validation confirms that it meets user needs in real-world conditions. This stage involves lab testing, user simulations, and often clinical trials, especially for Class II and III devices. It’s critical to document every result and adjust the design accordingly.

The next step is establishing a regulatory submission strategy. The regulatory pathway depends on the device’s classification. For example, FDA 510(k) submissions compare the new device with a legally marketed equivalent, while PMA (Premarket Approval) is more stringent and data-intensive. CE marking in the EU requires a technical file and declaration of conformity. A successful strategy includes accurate documentation, labeling review, and identification of the correct device codes and standards.

Once approval is underway, manufacturers begin designing production processes and quality control plans. They must select reliable suppliers, implement incoming material inspections, and set up cleanroom or controlled manufacturing environments where required. Process validation ensures consistency, and in-line testing checks devices for defects before they are packaged and shipped.

During production setup, software validation is also vital for any device involving embedded systems, mobile apps, or cloud components. Developers must test software under different conditions and simulate fault scenarios to ensure system stability and data integrity. Cybersecurity testing is often required by regulators, particularly for devices that collect patient data.

Another essential method is planning for user training and product support. A good medical device must come with accessible user manuals, training videos, or hands-on demonstrations. This is particularly important for complex systems used in hospitals or operating rooms. Providing quality training minimizes risks, improves outcomes, and reduces the burden on technical support teams.

As products are launched, the company must implement post-market monitoring systems. This includes collecting user feedback, analyzing complaint trends, and reporting any adverse events to regulatory bodies. Some companies use artificial intelligence to detect signals of product failure early, helping prevent widespread issues.

Lastly, the development cycle should include continuous improvement programs. Feedback from the field should feed into version upgrades, design tweaks, or accessory development. Regular reviews with internal quality and risk teams help ensure the product continues to meet the highest standards as market expectations and regulations evolve.

By following these structured methods, organizations can transform an idea into a certified, effective, and well-received medical device that improves patient care and stands out in a competitive market.

Final Thoughts on Medical Device Excellence

Creating a good medical device requires far more than technical expertise—it demands a holistic, user-centric, and compliance-driven approach. From the moment a need is identified to the final stage of market launch and post-market monitoring, every step plays a vital role in shaping a device that is safe, reliable, and valuable in clinical practice.

By focusing on quality, usability, regulatory readiness, and continuous improvement, manufacturers can develop devices that not only earn certifications but also earn the trust of healthcare professionals and patients. In a world where healthcare outcomes are directly linked to the tools we use, good medical devices make all the difference.

Contact Naramedic for further consultation.

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini