Panduan Lengkap Izin Produksi Alat Kesehatan dan PKRT
Memiliki sertifikat izin produksi alat kesehatan dan PKRT sangat penting bagi produsen, sebab alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) adalah elemen penting yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Freepik
Selain itu, dengan adanya sertifikat, produsen bisa memastikan bahwa produk yang dihasilkan memenuhi standar keamanan dan mutu yang diatur oleh Kementerian Kesehatan. Izin ini juga penting untuk melindungi perusahaan dari masalah hukum di kemudian hari.
Apa itu Sertifikat Izin Produksi Alat Kesehatan dan PKRT?
Pada dasarnya, sertifikat izin produksi peralatan medis dan PKRT adalah acuan bahwa produk yang dihasilkan telah memenuhi standar keamanan dan mutu yang ditetapkan oleh pemerintah.
Artinya, tanpa sertifikasi ini, sebuah perusahaan tidak diperkenankan memproduksi atau mendistribusikan alat kesehatan maupun PKRT di pasar. Untuk memahami lebih lanjut, berikut rincian lengkap terkait definisi, klasifikasi, dasar hukum, hingga jenis layanannya:
● Definisi Sertifikat Izin Produksi
Sertifikat izin produksi adalah salah satu dokumen resmi yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Sertifikat ini diberikan kepada perusahaan yang telah memenuhi standar Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) atau Cara Pembuatan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang Baik (CPPKRTB).
Adapun CPAKB dan CPPKRTB merupakan dua standar yang ditetapkan untuk memastikan bahwa proses produksi alat kesehatan dan PKRT memenuhi kriteria keamanan, mutu, dan manfaat bagi pengguna.
● Klasifikasi Sertifikat Izin Produksi Alkes dan PKRT
Sertifikat izin produksi alat kesehatan dan PKRT diklasifikasikan berdasarkan tingkat risiko produk yang dihasilkan.
Klasifikasi ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 1189/MENKES/PER/VIII/2010. Dalam Permenkes tersebut, sertifikasi ini dibagi menjadi tiga kelas, baik untuk alat kesehatan maupun PKRT.
Berikut klasifikasi sertifikat izin produksi alat kesehatan menurut Permenkes No. 1189/2010:
1. Kelas A
Diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan CPAKB secara keseluruhan, dan diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan dengan kategori risiko tertinggi yaitu Kelas I (A), Kelas IIa (B), Kelas IIb (C), hingga Kelas III (D).
2. Kelas B
Diberikan kepada pabrik yang layak memproduksi peralatan kesehatan Kelas I (A), IIa (B), serta IIb (C), sesuai dengan standar CPAKB.
3. Kelas C
Diberikan kepada pabrik yang diizinkan untuk memproduksi peralatan kesehatan Kelas I (A) dan IIa (B) tertentu sesuai standar CPAKB.
Berikut klasifikasi sertifikat izin produksi alat kesehatan menurut Permenkes No. 1189/2010:
1. Kelas A
Diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan CPPKRTB secara menyeluruh, sehingga memperoleh izin untuk memproduksi PKRT yang masuk dalam kategori Kelas I, II, dan III.
2. Kelas B
Pabrik dengan sertifikasi Kelas B diizinkan untuk memproduksi PKRT dengan risiko yang lebih rendah, yaitu Kelas I dan II, sesuai dengan ketentuan CPPKRTB.
3. Kelas C
Diberikan ke pabrik yang diizinkan memproduksi PKRT dengan risiko rendah hingga menengah, yaitu Kelas I dan II tertentu sesuai standar CPPKRTB.
● Dasar Hukum Izin Produksi
Dasar hukum utama yang mengatur sertifikasi izin produksi alat kesehatan dan PKRT adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010.
Peraturan ini mencakup seluruh proses produksi alat kesehatan dan PKRT mulai dari permohonan izin hingga klasifikasi sertifikasi dan pengawasan produksi, serta lampiran dokumen-dokumen penting yang dibutuhkan untuk proses pengajuan izin.
● Jenis-Jenis Layanan Sertifikasi Alkes dan PKRT
Ada beberapa jenis layanan sertifikasi untuk alat kesehatan dan PKRT yang dapat diajukan oleh perusahaan, tergantung pada kebutuhan dan skala produksi. Jenis-jenis layanan ini meliputi:
- Sertifikasi produksi alat kesehatan/PKRT: untuk izin produksi alat kesehatan dan PKRT baru
- Perpanjangan sertifikat produksi alat kesehatan/PKRT: untuk perpanjangan izin produksi yang lama.
- Perubahan sertifikat produksi alat kesehatan/PKRT: diperuntukkan jika ada perubahan seperti:
- Perubahan Penanggung Jawab Teknis (PJT)
- Perubahan pimpinan
- Perubahan alamat
- Perluasan produk
- Perubahan NPWP
Persyaratan Permohonan Izin Produksi Alat Kesehatan dan PKRT
Untuk memperoleh sertifikat izin produksi, perusahaan harus memenuhi sejumlah persyaratan yang diatur oleh Kementerian Kesehatan sesuai dengan Pasal 24 Permenkes No. 1189/2010, di antaranya yaitu:
1. Badan Usaha yang Sah
Di Pasal 24 ayat 1 Permenkes ini, tercantum bahwa permohonan sertifikat produksi hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang sah di mata hukum.
Artinya, perusahaan yang ingin memproduksi alat kesehatan atau PKRT harus memiliki bentuk badan usaha resmi yang telah terdaftar dan disahkan oleh pemerintah, contohnya seperti perseroan terbatas (PT).
2. Memenuhi Persyaratan Administratif dan Teknis
Syarat selanjutnya, sebagaimana tercantum pada ayat 2, badan usaha yang dimaksud pada ayat 1 di atas harus memenuhi persyaratan administratif maupun teknis yang berlaku.
3. Mengikuti Ketetapan Direktur Jenderal
Kedua jenis persyaratan ini, yakni syarat administratif dan teknis ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Contoh, persyaratan administratif bisa mencakup kelengkapan dokumen-dokumen legal, seperti surat permohonan, akte perusahaan, dan berbagai sertifikat lainnya. Sedangkan syarat teknis meliputi peralatan, lokasi produksi, dan lain-lain.
Selain itu, persyaratan lebih lengkap juga termuat dalam buku Pedoman Pelayanan Pblik Sertifikasi Produksi Alkes dan PKRT yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan, baik itu untuk permohonan baru dan perpanjangan.
Berikut ini 27 poin persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang mengajukan izin produksi alat kesehatan dan PKRT baru:
- Mengisi Formulir 1 sesuai dengan contoh yang terlampir pada Permenkes No. 1189/2010. Formulir ini wajib memenuhi ketentuan berikut:
- Mencantumkan nomor, tanggal surat, alamat jelas dan nomor Telp/Fax
- Menggunakan kop surat resmi perusahaan
- Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari Dinas Kesehatan Provinsi.
- Diperuntukkan bagi jenis permohonan baru, penyesuaian ata perpindahan alamat, dan/atau perluasan jenis/kelompok produk alkes/PKRT yang diproduksi
- Harus mencantumkan nomor dan tanggal BAP, serta nama dan alamat perusahaan
- NPWP pada BAP harus sesuai dengan yang tercantum di surat permohonan dan kartu NPWP
- Nama Penanggung Jawab Teknis (PJT) yang tercantum di BAP harus sesuai dengan nama PJT di surat permohonan
- Mencantumkan jenis produk alat kesehatan/PKRT yang akan diproduksi
- Rekomendasi dari Dinas Kesehatan Provinsi atau BPPT (Badan Pelayanan Perizinan Terpadu).
- Memiliki Badan Usaha resmi dan/atau Akte Perusahaan yang telah disahkan Kemenkumham.
- Tanda Daftar Perusahaan dengan alamat yang sesuai dengan lokasi usaha.
- Tanda Daftar Industri atau Izin Usaha Industri (untuk non-PMA).
- Izin Prinsip Industri dari BKPM (untuk PMA/Penanaman Modal Asing).
- UUG/HO (Undang-Undang Gangguan atau Hinder Ordonantie).
- Peta Lokasi.
- Denah Bangunan yang dilegalisasi oleh Dinas Kesehatan Provinsi, wajib mencantumkan ukuran peruntukannya sesuai dengan alkes/PKRT yang diproduksi.
- Status bangunan (baik sewa maupun milik sendiri), dengan melampirkan bukti pendukung seperti akte bangunan, PBB, dan IMB.
- Fotokopi KTP Direktur atau Pimpinan. Jika dipimpin oleh Warga Negara Asing (WNA), maka wajib melampirkan KITAS (Kartu Izin Tinggal Terbatas)/ KITAP (Kartu Izin Tinggal Tetap) yang masih berlaku.
- Fotokopi KTP Penanggung Jawab Teknis (PJT).
- Fotokopi ijazah PJT.
- Surat Pernyataan bahwa PJT sanggup bekerja full time atau penuh waktu.
- Surat perjanjian kerjasama antara PJT dan perusahaan.
- Struktur Organisasi.
- Uraian Tugas.
- Daftar produk yang akan diproduksi.
- Daftar alat kelengkapan produksi.
- Alur proses produksi untuk masing-masing produk.
- Daftar peralatan laboratorium atau Quality Control.
- Kerja sama dengan laboratorium uji yang telah terakreditasi atau diakui/ditunjuk.
- Dokumen Lingkungan.
- Izin Penggunaan Fasilitas Bersama jika sarana produksi alkes/PKRT digunakan untuk produksi bersama dengan produk farmasi.
Adapun jika perusahaan ingin memperpanjang izin produksi alat kesehatan dan PKRT yang telah habis masa berlakunya, maka berikut 18 poin persyaratan yang harus dipenuhi:
- Mengisi Formulir 1 sesuai dengan contoh yang terlampir pada Permenkes No. 1189/2010.
- Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari Dinas Kesehatan Provinsi.
- Rekomendasi dari Dinas Kesehatan Provinsi atau BPPT (Badan Pelayanan Perizinan Terpadu).
- Tanda Daftar Industri atau Izin Usaha Industri (untuk non-PMA).
- Izin Prinsip Industri dari BKPM (untuk PMA/Penanaman Modal Asing).
- UUG/HO (Undang-Undang Gangguan atau Hinder Ordonantie).
- Peta Lokasi.
- Denah Bangunan yang dilegalisasi oleh Dinas Kesehatan Provinsi, wajib mencantumkan ukuran peruntukannya sesuai dengan alkes/PKRT yang diproduksi.
- Status bangunan (baik sewa maupun milik sendiri), dengan melampirkan bukti pendukung seperti akte bangunan, PBB, dan IMB.
- Daftar produk yang akan diproduksi.
- Daftar alat kelengkapan produksi.
- Alur proses produksi untuk masing-masing produk.
- Daftar peralatan laboratorium atau Quality Control.
- Kerja sama dengan laboratorium uji yang telah terakreditasi atau diakui/ditunjuk.
- Fotokopi sertifikat produksi yang lama.
- Laporan realisasi produksi tahunan, dengan mengacu pada formulir 14 yang tercantum pada Permenkes No.1189/2010, yaitu meliputi detail berikut:
- Nama produk
- Nomor izin edar produk
- Jumlah produksi
- Daerah pemasaran
- Keterangan (jika ada)
- Dokumen Lingkungan.
- Izin Penggunaan Fasilitas Bersama jika sarana produksi alkes/PKRT digunakan untuk produksi bersama dengan produk farmasi.
Jika telah memenuhi seluruh persyaratan ini, maka pabrik atau perusahaan dapat mengajukan permohonan sertifikasi izin produksi peralatan kesehatan dan PKRT secara resmi, baik itu untuk memperoleh sertifikat yang baru maupun perpanjangan sertifikat lama.
Tata Cara Mendapatkan Izin Produksi Alat Kesehatan dan PKRT
Alur dan tata cara memperoleh sertifikat izin produksi peralatan kesehatan maupun PKRT juga telah diatur dalam Permenkes Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010, tepatnya di Pasal 27. Berikut langkah-langkahnya:
1. Pengajuan Permohonan Tertulis
Langkah pertama yang harus dilakukan perusahaan adalah mengajukan permohonan izin produksi alat kesehatan dan PKRT secara tertulis kepada Menteri Kesehatan melalui kepala dinas kesehatan provinsi setempat.
Permohonan tersebut harus dibuat sesuai dengan contoh Formulir 1 yang dilampirkan dalam Permenkes ini, dan mencakup informasi lengkap tentang perusahaan dan jenis produk yang akan diproduksi.
2. Pembentukan Tim Pemeriksaan Bersama
Setelah menerima tembusan permohonan, kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya dalam 12 hari kerja harus berkoordinasi dengan dinas kesehatan kabupaten/kota untuk membentuk tim pemeriksaan bersama.
Tim ini bertugas untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap fasilitas produksi yang diajukan oleh perusahaan pemohon.
3. Pelibatan Tenaga Ahli
Tahap selanjutnya dalam proses pengajuan izin produksi alat kesehatan dan PKRT yaitu, tim pemeriksaan bersama dapat melibatkan tenaga ahli atau konsultan yang telah tersertifikasi di bidang produksi jika diperlukan.
Pelibatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa fasilitas produksi mematuhi standar teknis dan operasional yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan.
4. Pelaksanaan Pemeriksaan Setempat
Tim pemeriksaan bersama kemudian akan melakukan pemeriksaan setempat dalam jangka waktu maksimal 12 hari kerja. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan bahwa fasilitas produksi sesuai dengan standar CPAKB atau CPPKRTB.
Setelah pemeriksaan selesai, tim akan membuat berita acara pemeriksaan (BAP) sesuai dengan contoh Formulir 2 yang sudah ditentukan oleh Permenkes No. 1189/2010.
5. Pembuatan Rekomendasi oleh Kepala Dinas Kesehatan
Apabila perusahaan pemohon telah memenuhi semua persyaratan yang diperlukan untuk izin produksi alat kesehatan dan PKRT, kepala dinas kesehatan provinsi harus membuat surat rekomendasi kepada Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan.
Surat ini dibuat selambat-lambatnya dalam 6 hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksaan bersama, dan akan menjadi dasar untuk memproses penerbitan sertifikat produksi.
6. Surat Pernyataan Kesiapan
Jika tim pemeriksaan tidak dapat melaksanakan pemeriksaan tepat waktu seperti yang ditentukan, maka perusahaan pemohon dapat membuat surat pernyataan kesiapan untuk melaksanakan kegiatan produksi.
Surat ini ditujukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, dan harus mengacu pada contoh Formulir 4 di lampiran Permenkes No. 1189/2010.
7. Penerbitan Sertifikat Produksi
Setelah menerima surat rekomendasi dan dokumen pendukung lainnya,Dirjen Kementerian Kesehatan akan menerbitkan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT dalam waktu 30 hari kerja, asalkan berkas permohonan lengkap.
Sertifikat izin produksi alat kesehatan dan PKRT ini dikeluarkan dengan mengacu pada contoh Formulir 5 dan Formulir 6 yang ditetapkan dalam lampiran peraturan.
8. Penundaan atau Penolakan Permohonan
Selanjutnya, dalam waktu 30 hari kerja setelah berkas lengkap, Direktur Jenderal dapat mengambil keputusan untuk menunda atau menolak permohonan sertifikat produksi jika ditemukan kekurangan dalam pemenuhan persyaratan.
Keputusan ini akan disampaikan kepada pemohon dengan menggunakan contoh Formulir 7 dan Formulir 8 pada lampiran Permenkes tersebut.
9. Kesempatan untuk Melengkapi Persyaratan
Ketentuan terakhir, apabila terjadi penundaan, maka perusahaan pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi dalam jangka waktu maksimal 6 bulan sejak diterbitkannya surat penundaan.
Artinya, perusahaan masih memiliki waktu untuk memperbaiki kekurangan sebelum sertifikat izinnya dapat diterbitkan.
Estimasi Waktu dan Biaya Pengajuan
Dalam proses pengajuan izin produksi peralatan kesehatan dan PKRT, terdapat estimasi waktu dan biaya yang harus dipenuhi oleh perusahaan.
Proses ini dihitung sejak perusahaan mendapatkan tanda terima tetap, setelah menyelesaikan tahap praregistrasi dan melakukan pembayaran PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) sesuai ketentuan, yaitu:
- Praregistrasi: 7 hari
- Registrasi: 45 hari
Meskipun waktunya sama, namun biaya untuk masing-masing layanan pengajuan berbeda-beda, yaitu sebagai berikut:
- Biaya perizinan sertifikasi produksi alat kesehatan
- Sertifikat Kelas A: Rp5.000.000
- Perpanjangan Sertifikat Kelas A: Rp2.000.000
- Perubahan/Perluasan Sertifikat Kelas A: Rp1.000.000
- Sertifikat Kelas B: Rp3.000.000
- Perpanjangan Sertifikat Kelas B: Rp1.500.000
- Perubahan/Perluasan Sertifikat Kelas B: Rp1.000.000
- Sertifikat Kelas C: Rp2.000.000
- Perpanjangan Sertifikat Kelas C: Rp1.000.000
- Perubahan/Perluasan Sertifikat Kelas C: Rp500.000
- Biaya perizinan sertifikasi produksi PKRT
- Sertifikat Kelas A: Rp3.000.000
- Perpanjangan Sertifikat Kelas A: Rp1.000.000
- Perubahan/Perluasan Sertifikat Kelas A: Rp500.000
- Sertifikat Kelas B: Rp2.000.000
- Perpanjangan Sertifikat Kelas B: Rp1.000.000
- Perubahan/Perluasan Sertifikat Kelas B: Rp500.000
- Sertifikat Kelas C: Rp1.000.000
- Perpanjangan Sertifikat Kelas C: Rp500.000
- Perubahan/Perluasan Sertifikat Kelas C: Rp500.000
Persyaratan dan proses pengajuan izin produksi alat kesehatan dan PKRT memang kompleks, namun penting untuk diikuti.
Untuk mempermudah proses ini, Anda bisa mempertimbangkan menggunakan layanan konsultasi dari Naramedic, konsultan perizinan yang sudah berpengalaman dalam pengurusan berbagai izin alat kesehatan dan PKRT. Hubungi WhatsApp kami untuk info selengkapnya.